SURABAYA – Dalam rangka mendukung produksi tempe yang lebih efisien dan berkualitas, tim pengabdian kepada masyarakat yang berasal dari Universitas Negeri Surabaya (UNESA) yang diketuai oleh Dr. Djoko Suwito, M.Pd., beranggotakan Dr. Rachmad Syarifuddin Hidayatullah, M.Pd., dan Ir. Wahyu Dwi Kurniawan, S.Pd., M.Pd.
Tim PKM Dosen Unesa tersebut telah mengembangkan ruangan fermentasi modern yang dilengkapi dengan pengatur suhu dan kelembapan udara. Teknologi ini dirancang untuk memastikan proses fermentasi tempe berlangsung secara optimal, menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik dan konsisten.
Tempe, sebagai salah satu produk makanan tradisional Indonesia yang kaya akan gizi, membutuhkan proses fermentasi yang presisi untuk mencapai hasil yang maksimal. Namun, kendala dalam mengontrol suhu dan kelembapan sering kali menyebabkan hasil produksi yang tidak merata, terutama pada skala usaha kecil dan menengah.
Ruangan fermentasi yang dikembangkan ini dilengkapi dengan sistem otomatisasi untuk mengatur suhu dan kelembapan udara secara real-time. Sistem ini menjaga lingkungan fermentasi tetap stabil, sehingga pertumbuhan jamur tempe dapat berlangsung dengan baik.
“Teknologi ini sangat membantu kami. Sebelum ada ruangan fermentasi ini, kami sering menghadapi masalah pada musim hujan atau suhu yang terlalu panas, yang memengaruhi kualitas tempe. Sekarang, hasilnya lebih konsisten dan waktu fermentasi pun lebih terukur,” papar Poniran, salah satu pengusaha tempe di Primkopti Karya Mulya Sidoarjo.
Ketua tim pengabdian menjelaskan bahwa ruangan fermentasi ini juga dirancang dengan konsumsi energi yang efisien, sehingga cocok digunakan oleh pelaku usaha kecil.
“Inovasi ini adalah bentuk dukungan kami untuk memberdayakan pelaku UMKM tempe agar dapat bersaing di pasar yang semakin kompetitif,” ucap Djoko Suwito pada keterangannya. Rabu, (18/12/2024),
Ruangan Fermentasi Tempe memiliki spesifikasi dimensi 200 x 250 x 200 cm, pengatur suhu dan kelembapan otomatis. Invensi ini dapat memproduksi tempe dalam jumlah besar dengan kualitas dan cita rasa tempe yang baik. Invensi ini dapat bekerja secara otomatis karena dilengkapi Electronic Control Unit (ECU) untuk mengatur dan menyesuaikan suhu antara 27-37°C.
“Invensi ini menggunakan burner atau pemanas untuk menaikkan suhu ruangan dan Kipas untuk menurunkan suhu ruangan fermentasi. Untuk mengoptimalkan kelembapan, invensi ini dilengkapi dengan sprayer yang menyemprotkan cipratan air untuk meningkatkan kelembaban dan Exhaust Fan untuk mengurangi kelembapan,” ungkap Djoko.
Untuk daya yang diperlukan tentu saja menggunakan daya yang rendah yang cocok digunakan pada produksi skala kecil dan menengah. Desain Ruangan Fermentasi Tempe dibuat memiliki kapasitas yang besar dan wadah nampan yang terbuat dari stainless steel 304 yang telah terstandar sebagai food grade yang aman untuk bahan makanan dan tidak mengubah rasa dan gizi pada bahan makanan tersebut.
Selain implementasi teknologi, program ini juga mencakup pelatihan pengelolaan produksi dan pemasaran berbasis digital bagi para pelaku usaha. Dengan demikian, mereka tidak hanya mampu meningkatkan kualitas produksi, tetapi juga memperluas akses pasar, termasuk ke pasar modern dan ekspor.
“Melalui inovasi ruangan fermentasi tempe ini, para pelaku UMKM di sektor pengolahan tempe kini lebih optimis menghadapi tantangan produksi dan pemasaran. Teknologi ini diharapkan menjadi model yang dapat direplikasi di berbagai wilayah Indonesia untuk mendukung keberlanjutan salah satu warisan kuliner nusantara,” tutup Djoko. (ari)