JAKARTA – Belum lama juga wacana usulan perpanjangan masa jabatan Kepala Desa sempat menjadi perbincangan, namun kembali baru-baru ini publik dihebohkan lagi datangnya dari Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang mengusulkan wacana agar jabatan Gubernur ditiadakan sebagai bagian efisiensi birokrasi. Usulan tersebut pun menuai tanggapan kali ini datang dari salah satu Mahasiswa Pasca Sarjana Ilmu Politik Universitas Nasional Jakarta, Nasky Putra Tandjung.
Nasky sapaan akrabnya menilai bahwa usulan atau ide untuk menghapus jabatan Gubernur tersebut merupakan hal yang kontra produktif dengan kondisi, kebutuhan bangsa Indonesia saat ini, dan jauh dari nilai-nilai substantif demokrasi.
Nasky mempertanyakan maksud dan tujuan pernyataan Cak Imin tersebut. Menurutnya, dalam sistem tata kelola kenegaraan selama masih ada ada Provinsi sedianya jabatan Gubernur harus tetap ada. Begitu juga dengan negara Indonesia, pimpinannya adalah Presiden.
“Ide untuk menghapus jabatan Gubernur itu substantif demokrasinya apa? Dan kurang logis dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa saat ini,” kata Nasky dalam keterangan persnya, Rabu, (8/2/2023).
Nasky membeberkan, baik dari segi aspek geografis, Gubernur bertugas untuk menangani permasalahan rentang kendali antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat, sambungnya, tidak akan dapat melakukan koordinasi dan sinkronisasi yang cepat dengan 514 Kabupaten/Kota di Indonesia tanpa ada peran penting Gubernur di dalamnya.
Begitu juga, dari segi aspek sosiologisnya, setiap Kabupaten/Kota di Indonesia pasti memiliki karakteristik dan budaya yang berbeda-beda. Oleh karenanya, Nasky menilai bahwa peran serta Gubernur sangat penting dan strategis, karena dapat lebih mudah untuk berbaur dengan masyarakatnya.
“Jika memang usulan ide jabatan Gubernur dihapus, maka dengan demikian pula, dia mengusulkan DPRD Provinsi juga tidak perlu ada, biar imbang,” imbuhnya.
Namun, lanjut Nasky, ide ataupun pemikiran tersebut seyogianya harus dikaji dulu secara akademis, dibahas, dan didiskusikan lebih lanjut oleh Komisi terkait di DPR RI agar jangan membuat ide ataupun narasi yang nantinya membuat masyarakat terpecah belah.
“Turunkanlah tensi, jauhkan ide-ide yang membuat masyarakat terpecah belah lagi,” tandasnya.
Untuk itu, seyogianya jabatan Gubernur itu masih mempunyai landasan hukum dalam konstitusi, yakni Pasal 18 UUD 1945. Disebutkan bahwa Gubernur, Bupati, dan Wali Kota dipilih secara demokratis.
“Lebih baik saat ini kita fokus dalam mensukseskan agenda Pemilu 2024. Sebab, semua tahapan-tahapan sudah dirancang dan dimulai, guna untuk menyongsong masa depan bangsa Indonesia yang lebih baik. Sebagaimana yang sudah menjadi komitmen kita bersama,” pungkasnya.