Guru Mengajar Akhlak, Siswa Memukul Teman: Sekolah Harus Segera Mengevaluasi SOP Penanganan Kekerasan

BEKASI ~ Dunia pendidikan di Kabupaten Bekasi kembali tercoreng oleh tindakan kekerasan antar pelajar. Kali ini, kejadian memilukan terjadi di lingkungan sekolah berbasis religi, MTs Al Maghfirah, yang berlokasi di Desa Telajung, Kecamatan Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi. Seorang siswa kelas IX berinisial Ari menjadi korban pengeroyokan yang diduga dilakukan oleh tiga rekan sekolahnya sendiri, tepat saat jam istirahat pada Jum’at, 26 September 2025, sekitar pukul 10.00 WIB kemarin.

Peristiwa ini menambah panjang daftar kasus kekerasan di lingkungan sekolah dalam dua bulan terakhir di wilayah Kabupaten Bekasi. Sebelumnya, peristiwa serupa juga terjadi di sebuah sekolah di bilangan Cibitung dan SMKN 1 Cikarang Barat, yang bahkan menyebabkan salah satu korban harus menjalani operasi serius di bagian leher akibat aksi perundungan brutal.

Firman Amir Hasan, seorang aktivis kemanusiaan sekaligus Pengurus DPC 234SC Kabupaten Bekasi, mengecam keras kejadian ini. Ia menyatakan bahwa segala bentuk kekerasan terhadap anak, termasuk bullying di sekolah, merupakan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya pasal 76C yang menegaskan larangan melakukan kekerasan terhadap anak dalam bentuk apapun, baik fisik maupun psikis.

Pada hari ini, Sabtu (27/9/2025) siang, pihak sekolah mengadakan pertemuan mediasi antara wali murid korban dan para terduga pelaku. Namun, mediasi yang difasilitasi pihak sekolah tersebut tidak membuahkan hasil. Udin, kakak korban yang juga menjabat sebagai Humas PC 234SC Setu sekaligus perwakilan keluarga, menilai bahwa sikap para wali murid pelaku diduga terkesan menganggap enteng insiden ini dan tidak menunjukkan itikad baik dalam penyelesaian.

Akibatnya, pihak keluarga menyatakan akan menempuh jalur hukum untuk menuntut keadilan.
“Sikap keluarga diduga pelaku sangat mengecewakan. Ini bukan sekadar masalah anak-anak biasa. Adik saya diduga dipukuli oleh tiga orang sekaligus di lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman dan mendidik. Kami tidak ingin kejadian ini berlalu begitu saja, apalagi tanpa ada pertanggungjawaban yang jelas,” ujar Udin, dengan nada tegas.

Menanggapi hal ini, Sugiarto, Sekretaris Bidang Hukum DPC 234SC Kabupaten Bekasi yang turut mendampingi keluarga korban dalam proses mediasi, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah hukum yang diambil. Ia menegaskan bahwa negara telah memberikan payung hukum yang jelas dalam perlindungan anak, dan pihaknya akan memastikan proses hukum berjalan hingga tuntas.

“Kami mendukung penuh keluarga korban untuk membawa kasus ini ke ranah hukum. Ini bukan hanya soal keadilan bagi korban, tetapi juga upaya menegakkan norma dan memberi efek jera bagi diduga pelaku, dan juga pihak sekolah agar segera mengevaluasi sistem pendidikan moral dan akhlak di sekolah tersebut,” ujarnya.

Lebih lanjut, Sugiarto menekankan pentingnya peran aktif semua pihak, termasuk sekolah, orang tua, dan pemerintah daerah, dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, humanis, dan bebas dari segala bentuk kekerasan. Ia juga mendorong agar sekolah tidak berhenti hanya pada mediasi internal, tetapi berani mengambil langkah-langkah tegas sesuai aturan hukum dan tata tertib yang berlaku.

Kasus ini menjadi cermin kegagalan sistem pengawasan di lingkungan sekolah, termasuk lemahnya pendidikan karakter dan sistem perlindungan anak yang seharusnya terintegrasi.

Ke depan, perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap SOP penanganan kekerasan di sekolah, termasuk penguatan pelatihan guru dan pembentukan satgas anti-bullying secara aktif di setiap satuan pendidikan se-Kabupaten Bekasi. Pungkas Sugiarto
(CP/red)

Pos terkait