Bogor – Gerakan Keadilan dan Perubahan Nusantara (GKPN) menyampaikan keprihatinan serius atas dugaan penyimpangan dalam realisasi belanja bahan bakar minyak (BBM) di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor Tahun Anggaran 2023. Berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ditemukan kelebihan pembayaran belanja BBM yang tidak sesuai ketentuan dengan nilai mencapai Rp1.955.449.004,00.
Ketua Umum GKPN, Al Maun, menegaskan bahwa kasus ini tidak dapat dipandang sebagai pelanggaran administratif semata, karena terdapat indikasi kuat adanya praktik penyalahgunaan anggaran yang berpotensi melanggar hukum pidana korupsi. GKPN berkomitmen untuk meneruskan laporan resmi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar kasus ini ditangani secara tuntas, transparan, dan akuntabel.
Al Maun menjabarkan bahwa Pengelolaan sampah di Kota Bogor dilaksanakan oleh 129 unit kendaraan pengangkut sampah yang beroperasi di enam kecamatan dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Galuga. Setiap kendaraan mendapat jatah BBM solar sebanyak 30 hingga 60 liter per hari tergantung jenis kendaraan dan rute yang ditempuh.
Namun hasil pemeriksaan BPK menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara alokasi BBM dan realisasi pengangkutan sampah. Proses pencatatan kendaraan di TPA Galuga dilakukan melalui jembatan timbang yang mencatat muatan, nomor polisi kendaraan, serta identitas pengemudi. Fakta di lapangan menunjukkan banyak kendaraan yang tetap memperoleh alokasi BBM meskipun tidak melakukan pengangkutan sampah.
Temuan BPK
A. 105 Kendaraan Tidak Beroperasi, Tetap Terima BBM
BPK menemukan 105 unit kendaraan yang tidak tercatat melakukan aktivitas pengangkutan sampah ke TPA Galuga. Meskipun tidak beroperasi, kendaraan-kendaraan ini tetap mendapatkan realisasi BBM solar.
• Nilai kelebihan pembayaran mencapai Rp1.041.148.000,00.
• Dari jumlah tersebut, baru dikembalikan sebesar Rp360 juta pada 13 Mei 2024.
• Masih terdapat sisa sebesar Rp1.040.788.000,00 yang hingga kini belum ditindaklanjuti.
B. 47 Kendaraan Gunakan Pertanggungjawaban BBM Tidak Sebenarnya
Selain itu, BPK juga menemukan 47 unit kendaraan menggunakan dokumen pertanggungjawaban BBM yang tidak sesuai fakta. Konfirmasi dengan pengawas SPBU serta data PT Pertamina Regional Jawa Bagian Barat menunjukkan adanya selisih besar dalam penggunaan BBM.
• Selisih pembelian tercatat sebanyak 134.145,6 liter solar.
• Nilai kerugian atas selisih tersebut mencapai Rp914.301.004,00.
• Dari jumlah itu, baru Rp318.108.352,00 yang disetorkan kembali ke RKUD.
• Masih terdapat sisa sebesar Rp596.192.652,00 yang belum dipulihkan.
Pelanggaran Regulasi dan UU Tipikor
Temuan ini jelas bertentangan dengan prinsip pengelolaan keuangan negara dan daerah.
1. PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 10 ayat (1) huruf k, yang mewajibkan Kepala SKPD selaku Pengguna Anggaran melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran SKPD.
2. UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terutama:
• Pasal 2 ayat (1): Setiap orang yang memperkaya diri sendiri/orang lain/korporasi secara melawan hukum yang merugikan keuangan negara, dipidana penjara seumur hidup atau 4–20 tahun, serta denda Rp200 juta–Rp1 miliar.
• Pasal 3: Setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri/orang lain/korporasi yang merugikan keuangan negara, dipidana penjara 1–20 tahun dan denda Rp50 juta–Rp1 miliar.
Dengan demikian, dugaan penyimpangan dalam realisasi belanja BBM DLH Kota Bogor bukan sekadar kesalahan administrasi, tetapi dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi yang harus diproses secara hukum.
Ketua Umum GKPN Al Maun menegaskan, pengembalian sebagian dana tidak menghapus pertanggungjawaban pidana.
“Temuan BPK ini menunjukkan adanya pola penyalahgunaan anggaran yang sistematis. Tidak cukup hanya dengan pengembalian dana, karena kerugian negara sudah terjadi. GKPN akan segera meneruskan laporan ini ke KPK agar pihak-pihak yang terlibat diperiksa dan diproses sesuai hukum,” tegasnya, Jumat (3/10/25).
GKPN juga mengingatkan bahwa kelemahan sistem pengawasan dalam belanja BBM di DLH Kota Bogor membuka ruang terjadinya korupsi. Oleh sebab itu, selain penegakan hukum, perlu adanya pembenahan mekanisme kontrol internal secara ketat.
GKPN mendesak aparat penegak hukum, khususnya KPK, untuk segera turun tangan menindaklanjuti temuan ini. Kasus dugaan penyimpangan belanja BBM senilai Rp1,95 miliar ini bukan hanya persoalan teknis, tetapi menyangkut integritas, akuntabilitas, dan kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan daerah.
“GKPN berkomitmen mengawal kasus ini hingga tuntas, sebagai bagian dari upaya membangun pemerintahan daerah yang bersih, transparan, dan bebas dari praktik korupsi,” pungkasnya.