Oleh: Syaiful Bahri Anshori, Presiden Konfederasi Sarbumusi NU ( Serikat Buruh Muslim Indonesia)
Terkait dengan draf rancangan UH Omnibus Law yang sekarang oleh pemerintah diserahkan ke DPR ( Baleg DPR RI) saya sebagai presiden konfederasi sarikat buruh muslimin nahdhatul ulama’ menyatakan sebagaimana berikut :
RUU omnibuslaw untuk kemaslahatan umat dan kesejahteraan rakyat. Ada beberapa hal yang harus menjadi acuan dan pemikiran kita bersama sejauh mana RUU ini.
1. Pemerintah mempunyai pandangan filosofis RUU cipta kerja di konteks menimbang dan mengingat bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, sejahtera, makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 negara perlu melakukan berbagai upaya untuk memenuhi hak warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak melalui cipta kerja.
Harapan pemerintah melalui cipta kerja mampu menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas luasnya di tengah persaingan yang semakin kompetitif dan tuntutan globalisasi ekonomi.
2. RUU Cipta Kerja, dari penjelasan Pemerintah sebagaimana disampaikan ke DPR jelas terlihat lebih menitikberatkan pada persoalan mempermudah investasi dan mempermudah perijinan berusaha (80 Pasal dari 163 Pasal substansi).
Hal ini perlu dikaji lebih serius, karena persoalan investasi dan perijinan tidak selalu berkorelasi simetris dengan pembukaan lapangan kerja bagi rakyat. Perlu dicermati, rancangan peraturan-peraturan di dalamnya untuk memperluas lapangan kerja atau secara signifikan dalam jangka panjang justru dapat merugikan bangsa dan negara, seperti dalam hal eksploitasi dan eksplorasi sumber daya alam yang dapat mewariskan permasalahan bagi anak cucu kita.
3. RUU yang di dalamnya menjelaskan kemudahan berusaha, tentu perlu mempertimbangkan kemudahan berusaha bagi seluruh masyarakat tanpa mengabaikan aspek daya dukung lingkungan dan afirmasi terhadap para pelaku usaha baru dari kelompok UMKM, selain itu perkoperasian tidak dimasukan dalam ketentuan umum. Sementara dalam kluster kemudahan berusaha ada koperasi.
4. harus mempertimbangkan sinkronisasi dan harmonisasinya dengan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena banyak sekali atas nama kemudahan investasi kewenangan menteri dan pemerintah daerah ditarik menjadi kewenangan pemerintah pusat yang dalam RUU cipta kerja ini pemerintah pusat adalah presiden. semata-mata hanya pertimbangan investasi.
5. UU yang mengubah berbagai kewenangan yang di dalamnya jelas tidak memberikan kepastian hukum bagi aparatusnya seperti Menteri-menteri dan/atau Pemerintah Daerah harus dilakukan dengan hati-hati.
Perubahan terhadap kesepakatan dalam pembagian kewenangan kepada menteri-menteri dan Pemerintah Daerah sebagai tindaklanjut penataan kewenangan otonomi seluas-luasnya sebagaimana diatur dalam UUD 1945 tentang Pemerintah Daerah harus dipertimbangkan secara matang agar tidak memunculkan gejolak daerah-daerah.
6. Dalam kluster ketenagakerjaan, di pembukaan pemerintah menjelaskan RUU cipta kerja ini untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan pekerja. Akan tetapi dalam batang tubuh justu mempermudah TKA masuk Indonesia tanpa RPTKA dan IMTA, menghapus pasal outsorcing dan pkwt, mengurangi ketentuang pesangon yang awalnya diatur undang undang dikembalikan ke perundingan PKB serta masih banyak lagi pasal pasal yang tidak mencerminkan perlindungan pekerja dan peningkatan kesejahteraan.
7. Setiap perubahan kebijakan, baik menyangkut regulasi (legislasi), maupun keuangan (anggaran), patut kita lihat kembali dalam penjelasan Undang-Undang Dasar yang menyatakan kedudukan rakyat dalam menentukan keuangan dan pembelanjaan anggaranya sangat kuat yang terwakili oleh DPR.
Dalam hal ini, maka tidak selayaknya kebijakan yang strategis baik regulasi maupun keuangan, termasuk pembagian kewenangan pengaturan keuangan hanya semata-mata dilakukan oleh pemerintah.
Hal-hal mendasar, penting, dan strategis harus dituangkan dalam undang-undang dan tidak selayaknya atas RUU ini, hal-hal tersebut agar diserahkan kepada Peraturan Pemerintah yang jelas hanya menjadi kewenangan eksekutif.
Kesimpulannya
1. Justru demi kemaslahan dan kesejahteraann RUU cipta kerja harus ditinjau lagi isi dan mekanisme pengajuannya agar sesuai dengan preambul pembukaan UUD 1945.
2. Pemerintah haru mendengarkan suara masyarakat dimana RUU cipta kerja ini mekanisme dan substansinya harus di lakukan secara transparan sesuai dengan pasal 96 UU. 12/2011 tentang pembentukan peraturan perundang undangan.
1. Sikap Sarbumusi terhadap kluster ketenagakerjaan di RUU cipta kerja.
– pertama; secara substansi yang diatur dalam RUU cipta kerja ini terkait dengan kluster ketenagakerjaan adalah penghapusan persyaratan pekerja kontrak/pkwt sehingga pekerja kontrak akan sangat tidak terbatas dulu paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang satu kali sekarang pembatasan tersebut dihapus sehingga dikhawatirkan nantinya semua pekerja menjadi pekerja kontrak, aturan outsorcing dalam pasal 64-65 dihapus akan tetapi tetap mempertahankan pasal 66, sehingga aturan outsorcing sesuai dengan KUHPerdat yang tidak dibatasi sehingga akan membuat semakin menjamur pekerja outsorcing/alih daya, pengaturan upah minimum dulunya UMP/UMSP sert UMK/UMSK dihapus menjadi hanya UMP lalu diatur upah minimum padat karya sehingga semakin membuat upah menjadi eksploitatif, dan banyaknya pasal yang menyebabkan mis interpretasi karena menggunakan istilah yang ambigu.
Yang sangat fatal adalah perubahan mendasar terkait konsep PHK. Selain itu juga dihapusnya pasal 151 menghilangkan peran semua pihak dalam segala upaya untuk mencegah terjadinya serta PHK.
Selain itu pasal tentang sweetener sulit diimplementasikan.
– kedua; secara proses pembuatan draft RUU cipta kerja dilakukan dengan tidak.transfaran serta tidak melibatkan stake ketenagakerjaan.. sehingga kesan tertutup dan sembunyi sembunyi tidak bisa dicegah.
1. Sikap Sarbumusi terhadap kluster ketenagakerjaan di RUU cipta kerja.
– pertama; secara substansi yang diatur dalam RUU cipta kerja ini terkait dengan kluster ketenagakerjaan adalah penghapusan persyaratan pekerja kontrak/pkwt sehingga pekerja kontrak akan sangat tidak terbatas dulu paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang satu kali sekarang pembatasan tersebut dihapus sehingga dikhawatirkan nantinya semua pekerja menjadi pekerja kontrak.
Aturan outsorcing dalam pasal 64-65 dihapus akan tetapi tetap mempertahankan pasal 66, sehingga aturan outsorcing sesuai dengan KUHPerdat yang tidak dibatasi sehingga akan membuat semakin menjamur pekerja outsorcing/alih daya, pengaturan upah minimum dulunya UMP/UMSP sert UMK/UMSK dihapus menjadi hanya UMP lalu diatur upah minimum padat karya sehingga semakin membuat upah menjadi eksploitatif, dan banyaknya pasal yang menyebabkan mis interpretasi karena menggunakan istilah yang ambigu yang sangat fatal adalh perubahan mendasar terkait konsep PHK.
Selain itu juga dihapusnya pasal 151 menghilangkan peran semua pihak dalam segala upaya untuk mencegah terjadinya serta PHK. Selain itu pasal tentng sweetener sulit diimplementasikan.
– kedua; secara proses pembuatan draft RUU cipta kerja dilakukan dengan tidak.transfaran serta tidak melibatkan stake ketenagakerjaan.. sehingga kesan tertutup dan sembunyi sembunyi tidak bisa dicegah.
1. Sikap Sarbumusi terhadap kluster ketenagakerjaan di RUU cipta kerja.
– pertama; secara substansi yang diatur dalam RUU cipta kerja ini terkait dengan kluster ketenagakerjaan adalah penghapusan persyaratan pekerja kontrak/pkwt sehingga pekerja kontrak akan sangat tidak terbatas dulu paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang satu kali sekarang pembatasan tersebut dihapus sehingga dikhawatirkan nantinya semua pekerja menjadi pekerja kontrak, aturan outsorcing dalam pasal 64-65 dihapus akan tetapi tetap mempertahankan pasal 66, sehingga aturan outsorcing sesuai dengan KUHPerdat yang tidak dibatasi sehingga akan membuat semakin menjamur pekerja outsorcing/alih daya, pengaturan upah minimum dulunya UMP/UMSP sert UMK/UMSK dihapus menjadi hanya UMP lalu diatur upah minimum padat karya sehingga semakin membuat upah menjadi eksploitatif, dan banyaknya pasal yg menyebabkan mis interpretasi karena menggunakan istilah yang ambigu,.yang sangat fatal adalh perubahan mendasar terkait konsep PHK.
Selain itu juga dihapusnya pasal 151 menghilangkan peran semua pihak dalam segala upaya untuk mencegah terjadinya serta PHK, selain itu pasal tentng sweetener sulit diimplementasikan.
– kedua; secara proses pembuatan draft RUU cipta kerja dilakukan dengan tidak.transfaran serta tidak melibatkan stake ketenagakerjaan.. sehingga kesan tertutup dan sembunyi sembunyi tidak bisa dicegah.
Sehingga sikap DPP konfederasi Sarbumusi adalah meminta kepada pemerintah untuk menarik seluruh draft RUU cipta kerja dari pembahasan panja baleg.
Terkait dengan Tenaga kerja asing (TKA)
Selama ini mekanisme penggunaan TKA selalu dimulai dengan RPTKA lalu bila disetujui maka akan di proses kelengkapan sebelum mengeluarkan IMTA semu proses ini dilakukan secara online melalui OSS dan dikordinatori oleh PTSP di kemnaker dan kordinasi dengan BKKBM.. skrg melalui pemerintah pusat yang notabenenya adalah presiden serta hanya.menggunakan IMTA..
Dampak politik perburuhan adalah…
1. Hilangnya serikat pekerja/serikat buruh karena.semakin sedikitnya pekerja tetap.
2. Semakin menjamurnya tenaga kerja asing, menjamurnya outsorcing dan menjamurnya pekerja kontrak.
Ini kemungkinan ada kekuatan pengusaha di balik penyusunan draft RUU cipta kerja.. hal ini dibuktikan ketika presiden menunda..yang bereaksi pertama kali adalah kadin dan apindo
Dampak yang lebih besar bila RUU cipta kerja disahkan adalah
1. Terjadinya sentralisasi perizinan di pemerintah pusat yang berimplikasi terhadap otonomi daerah.
2. Perluasan bidang usaha tertutup Sert penghapusan persyaratan investasi yang krusial.
3. Masalah di kluster ketenagakerjaan…
4. Pemusatan kewenangan presiden