JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsuddin mengungkapkan bahwa kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI adalah harga mati, dan tidak ada kompromi dalam mempertahankan kedaulatan tersebut.
“Tindakan Cina di sana sepenuhnya salah bila dilihat dari hukum internasional,” kata Azis menanggapi kapal Penjaga Pantai Cina yang tengah mengawal kapal-kapal ikan Cina di perairan Natuna Utara, Kepulauan Riau, Ahad (5/1/2020) kemarin.
Bagi Azis, tindakan yang dilakukan TNI AL atau Angkatan Laut secara tegas mengusir kapal Cina sudah sangat tepat. Sebab, terang Azis yang pernah menjabat Ketua Umum DPP KNPI ini mengungkapkan bahwa secara hukum Internasional, tindakan Cina itu sangat salah.
Untuk mengantisipasi agar persoalan itu tidak kembali kembali, politisi senior itu meminta pemerintah untuk mendorong nama lautan Natuna secepatnya.
Apalagi, tegas Azis, perjanjian batas wilayah atas Natuna sudah rampung sejak tahun 2017 lalu. Terus kenapa Cina berani?
“Agar hal ini tidak terjadi di kemudian hari dengan dua negara tetangga Malaysia dan Singapura. Apalagi posisi geografis provinsi Kepulauan Riau terbilang sangat krusial, berbatasan langsung dengan dua negara tersebut. Ada beberapa titik perbatasan laut dengan kedua negara itu belum selesai semua. Sehingga rawam melahirkan sengketa di kemudian hari,” jelas Azis.
“Yang perlu kita lakukan bagaimana menggiring opini internasional supaya negara adidaya seperti AS dan Cina menghentikan tindakan unilateralisme itu. Sebab, ini berpotensi menjatuhkan supremasi hukum internasional sehingga bisa menyeret sistem global dalam bentuk anarki internasional,” terang politisi senior ini.
Tak hanya pada Cina, Azis mendorong pemerintah segera melakukan upaya multi-track diplomacy. Menurut Azis, di level bilateral perlu segera tuntaskan perjanjian batas wilayah laut dengan negara terkait di Kawasan utara Indonesia, khususnya dengan Laut Natuna dan selat Sulawesi, Malaysia dan Filipina.
“Kita perlu tingkatkan frekuensi penjagaan dan patroli di wilayah Laut Natuna dan Selat Sulawesi. Juga di wilayah perbatasan darat Indonesia dan Malaysia di Kalimantan. Ini diperlukan untuk menyiapkan struktur penjagaan sebelum lahirnya Ibu Kota baru di Kalimantan,” terang dia.
Tak hanya itu, di level regional menurutnya, perlu dilakukan penguatan koordinasi dengan anggota ASEAN untuk mengantisipasi aksi unilateral negara Cina. Selain itu, soliditas negara anggota ASEAN jadi kunci pertahanan regional untuk menghadapi penetrasi pengaruh negara-negara adidaya seperti Amerika dan Cina.
“Di level Internasional perlu didorong bersama semua bangsa untuk menolak tindalakan unilateralisme dari negara-negara adidaya AS dan Cina. Kita perlu bangun pemahaman bersama di antara semua negara bahwa pertarungan politik antar negara adidaya kerap menggunakan metode war by proxy. Apalagi catatan, Kawasan Asia Tenggara pernah menjadi theater perang dingin antara USS dan AS. Dan itu tak boleh lagi terjadi di masa depan,” pungkasnya. (HMS)