Jakarta – Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Konawe Selatan – Jakarta menegaskan penolakan terhadap rencana pembangunan terminal khusus (Tersus) milik PT Gerbang Multi Sejahtera (GMS) di Desa Ulusawa, Kecamatan Laonti, Kabupaten Konawe Selatan.
Proyek dengan luas lahan mencapai 2,231 hektare tersebut dianggap bermasalah karena diduga belum mengantongi dokumen Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Padahal, PKKPRL merupakan syarat fundamental dalam pemanfaatan ruang laut sebagaimana diatur dalam regulasi nasional.
Ketua Umum Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Konawe Selatan – Jakarta, Adrian Alfath Mangidi, menilai proyek terminal khusus atau jetty ini merupakan bentuk eksploitasi ruang laut yang nyata-nyata mengancam kehidupan nelayan lokal.
“Laut selama ini menjadi ruang hidup bersama, tempat masyarakat menggantungkan nafkah. Namun kini akses itu direbut oleh perusahaan. Nelayan dipaksa kehilangan ruang tangkap, kehilangan sumber ekonomi, bahkan kehilangan identitas sosial mereka sebagai masyarakat pesisir,” tegas Adrian, Senin (29/09).
Adrian menjelaskan bahwa pembangunan jetty PT GMS berpotensi menyalahi sejumlah aturan penting, antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang menegaskan bahwa setiap pemanfaatan ruang laut wajib memenuhi izin dan kesesuaian tata ruang.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, yang mengatur pemanfaatan ruang harus sesuai rencana tata ruang wilayah.
3. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 31 Tahun 2021, yang menegaskan adanya sanksi administratif bagi pihak yang melanggar ketentuan dalam bidang kelautan dan perikanan.
Menurutnya, pelanggaran administratif semacam ini bukan sekadar persoalan teknis, melainkan menyangkut hajat hidup orang banyak. “Pemerintah seharusnya hadir membela masyarakat pesisir, bukan justru memberi ruang kepada perusahaan yang merampas akses ekonomi nelayan. Jangan sampai negara kalah oleh kepentingan modal,” tambahnya.
Lebih jauh, Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Konawe Selatan – Jakarta menyatakan akan terus mengawal persoalan ini hingga tuntas. Mereka berencana menggelar aksi demonstrasi di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sulawesi Tenggara, untuk mendesak instansi terkait mengirimkan rekomendasi resmi ke Kementerian ESDM RI agar segera mencabut izin usaha pertambangan (IUP) PT GMS.
Selain itu, organisasi tersebut juga menekan Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Lapuko agar tidak menerbitkan izin berlayar bagi kapal yang digunakan perusahaan dalam aktivitas pengangkutan nikel. Hal ini dianggap penting untuk mencegah beroperasinya terminal khusus tersebut secara ilegal.
Adrian menegaskan bahwa perjuangan mahasiswa dan pemuda bukan hanya soal menolak proyek bermasalah, melainkan juga bagian dari tanggung jawab moral untuk melindungi ruang hidup masyarakat.
“Ketika laut dikuasai korporasi, maka nelayan kehilangan hak dasarnya. Kita bicara soal kedaulatan ruang hidup, soal hak generasi yang akan datang, bukan sekadar tentang proyek bisnis. Karena itu kami akan berdiri paling depan untuk menolak jetty PT GMS,” pungkasnya.