Pulau Buru Darurat Mercury, Kapolres Diduga Lakukan Pembiaran

JAKARTA – Kerugian negara akibat illegal mining di Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) Pulau Buru, diestimasi mencapai milyaran rupiah setiap tahun atau sepanjang 2020 – 2023.

Ketua Umum HMI MPO Cabang Jakarta, Herun atau biasa disapa Arnol ini mengungkapkan bahwa ada kerugian akibat kegiatan pertambangan ilegal dan melanggar UU No 4 Tahun 2009 Junto UU No 3 Tahun 2020 tentang Minerba di Lokasi Gunung Botak sangatlah besar.

Bacaan Lainnya

Hal tersebut, sambungnya, terungkap dari aktivitas illegal perendaman kali anahoni, tong, tromol di wilayah pemukiman warga lingkar tambang dan kegiatan dompeng telah berjalan lama serta berkontribusi merusak lingkungan.

“Kerugian tidak hanya dari illegal mining, tetapi juga karena mereka membuang kembali limba hasil pengolahan emas seperti sisa olahan menggunakan mercuri. Kemudian juga pengolahan menggunakan tong yang masif memakai Sianida,” kata Arnol dalam keterangan persnya, Jumat (3/3/2023).

Arnol menambahkan, salah satu efek adalah pencemaran lingkungan. Kemudian, lanjutnya, yakni setiap hari mercuri dan sianida di buang ke lingkungan pada aktivitas pengolahan tersebut.

“Maraknya aktivitas dompeng di tambang gunung botak seperti mendapat perlindungan, pasalnya mereka kebal hukum yang beraktivitas di wilayah Polsek Waeapo. Bahkan belasan dompeng dengan leluasa mengeruk emas dengan alat penyedotnya,” ungkapnya.

Sebelumnya, pada tanggal 02 November 2022 Polres Buru melaksanakan operasi Peti Salawaku Nomor R/Renops/11/X/OPS.1.3 tanggal 26 Oktober 2022 tentang Penertiban dan Penegakan Hukum di areal lokasi Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) Gunung Botak Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru.

Kemudian, pada tanggal 20 November 2022, buntut aktivitas dompeng pasca penertiban warga yang berkegiatan terjadi kecelakan tertimbunnya penambang di lokasi dompeng. Selanjutnya, penambang yang tertimbun longsor adalah masing-masing:
1. Lucas Tasidjawa asal Desa Waekose Kab. Buru.
2. Ical Boke asal Maluku Utara.
3. Anto Naem asal Maluku Utara.

Berdasarkan pantauan di lapangan, sekitar jam 3.10 WIT, kedua jenazah diberangkatkan menggunakan Speed Board milik Pemda Buru menuju Ternate, Maluku Utara.

“Ironisnya para pelaku usaha dan donatur tidak pernah tersentuh hukum sama sekali. Seakan-akan diduga dipelihara oleh Polres Pulau Buru sampai hari ini,” tandasnya.

“Dari berbagai jenis illegal mining yang dilakukan penambang palingĀ  banyak adalah dengan cara Rendaman, Siraman, Dompeng, Tembak Larut, Kodok dan Tong,” pungkasnya.

Menurutnya Arnol, dengan modus tersebut selain dapat emas, para pengusaha liar juga turut diuntungkan karena dapat membeli emas dari penambang.

“Saat ini, sebanyak puluhan penambang liar itu mampu tetap melakukan kegiatan tersebut dengan membuat lubang dan perendaman. Apabila pemerintah tidak serius mengurus PETI tentunya negara dalam kerugian yang besar,” tandasnya.

Sementara itu, apabila kalkulasi sejak 2020-2023 kerugian akibat illegal Mining di Pulau Buru nilainya mencapai jumlah yang fantastis, yaitu ratusan milyar rupiah.

Haerun menuturkan untuk meminimalisir illegal mining perlu Menko Polhukam, Kapolri, Propam Mabes Polri dilakukan pembentukan tim investigasi ke Pulau Buru, bila perlu Copot Kapolres karena dinilai turut melakukan pembiaran pelaku kejahatan lingkungan dan illegal mining.

Ditambah lagi dengan memperketat pengawasan terhadap penambang dan pengusaha ilegal beroperasai di gunung botak segera dilakukan penertiban terhadap pemodal yang selama ini bercokol mendanai aktivitas penambang liar.

“Kalau sudah ditertipkan tentu dengan sendirinya penambang akan meninggalkan lokasi karena tidak ada pendana,” imbuhnya.

Equality before the law Bahwa semua orang sama dimata hukum, dan hukum harus ditegakkan walau langit akan runtuh, berantas mafia-mafia pertambangan yang selama ini mendapat tempat di wilayah Hukum Polres Pulau Buru.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *