Hadiri Undangan MK Soal Proporsional Tertutup, Sekjen PKS: Para Pemohon Tidak Punyai Legal Standing dan Permohonannya ‘Niet Ontvankelijk Verklaard’

JAKARTA – Sekjen DPP PKS Habib Aboe Bakar Alhabsyi mengatakan, para pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (Legal Standing) sehingga permohonannya harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Itu karena gugatannya telah mengandung cacat formil.

Habib Aboe menyampaikan pihaknya dari partai politik (Parpol) dari Fraksi DPR RI yang menolak sistem pemilu kembali ke proporsional tertutup telah memenuhi undangan Mahkamah Konstitusi (MK). Di mana Tim Kuasa hukum DPR memenuhi undangan MK untuk memberikan keterangan dalam perkara NOMOR 114/PUU-XX/2022.

Bacaan Lainnya

“Secara umum kami menyampaikan dinamika yang terjadi pada saat rapat penyusunan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, khususnya yang terkait dengan Sistem Terbuka dan Tertutup,” kata Habib Aboe seperti keterangan tertulisnya diterima wartawan, Kamis (26/1/2023) kemarin.

Dalam rilisnya, Habib Aboe menerangkan, pada pokok keterangan yang mereka sampaikan beberapa catatan dari risalah rapat yang terjadi antara bulan Mei hingga Juli 2007, dimana didalamnya para anggota menyampaikan argumennya tentang penggunaan sistem terbuka dalam Pemilu.

“Pada umumnya anggota rapat menyampaikan bahwa sistem Pemilu proporsional terbuka ini semata-mata bertujuan agar kedaulatan rakyat beroperasional secara nyata dalam kehidupan politik. Proposional terbuka memberikan jaminan bagi rakyat atau pemilih untuk dapat menyeleksi calon dari daftar yang disediakan partai sesuai dengan yang diinginkan,” paparnya.

Pada Kesimpulannya, DPR meminta agar MK Menyatakan bahwa Para Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (Legal Standing) sehingga permohonannya harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard). Selain itu DPR juga meminta agar MK Menolak permohonan Para Pemohon untuk seluruhnya atau paling tidak menyatakan permohonan Para Pemohon tidak dapat diterima.

“Sedangkan, saya sendiri yang juga menjabat sebagai Sekjend PKS, hari ini diwakili oleh para kuasa hukum, yang tadi juga hadir di persidangan. PKS sendiri berpendapat bahwa Mahkamah Konstitusi perlu menguatkan putusan Nomor 22-24/PUU-VI/2008 untuk penggunaan sistem proporsional terbuka dalam Pemilu. Menurut PKS adanya pendapat yang menyatakan bahwa porporsional terbuka telah berakibat pada pelemahan partai pada dasarnya tidak selalu terjadi. Dalam pengalaman PKS, sebagai partai kader, sistem proporsional terbuka tetap menjadikan posisi partai yang memegang kendali gagasan dari anggota legislative yang ada di forum legislatif,” jelas Habib Aboe.

“Hal ini dikarenakan, adanya perangkat pengaturan internal partai juga menyediakan mekanisme reward and punishment tersendiri. PKS pun yakin, dalam tiap tubuh partai yang ada di Indonesia juga terdapat sejumlah peraturan internal yang mengikat tiap caleg maupun anggota legislative yang tergabung dalam partai tersebut,” sambungnya.

Menurut politisi senior asal Dapil Kalimantan Selatan ini menegaskan, kemunculan sistem proporsional terbuka, dianggap sebagai solusi dari hegemoni partai politik. Pilihan penggunaan sistem proporsional terbuka membuat pemilih ditempatkan sebagai pemegang mandat utama yang dapat menentukan langsung wakil rakyat yang dipilihnya.

“Sistem ini memungkinkan pemilih mencoblos langsung nama dari caleg yang mereka inginkan dan jika caleg terebut mendapatkan suara terbanyak dibanding rekan-rekannya sesame caleg di partainya maka caleg tersebut terpilih untuk duduk di parlemen, meskipun partai politik menempatkan namanya di nomor buncit dari prioritas caleg di suatu Dapil,” pungkasnya.

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *