Pendidikan Pemilih atau Pendidikan Caleg?

Dalam sistem pemilihan langsung, rakyat yang telah memiliki hak pilih mempunyai peran krusial dalam menentukan hasil pemilu. Secara ideal pemilih diharapkan menentukan pilihan berdasarkan hati nurani dan akal sehat, hal itu juga berlaku dalam pemilihan legislatif, pemilih diharapkan menjatuhkan pilihan dengan melihat rekam jejak, integritas, dan gagasan seorang caleg.

Dalam perjalanannya upaya untuk mewujudkan harapan ideal tersebut tidak segampang membalikkan telapak tangan, penyebab utamanya karena pilihan pemilih rawan dimanipulasi melalui instrumen uang, akibatnya pemilih rawan terpengaruh untuk memilih caleg tertentu karena ada amplop yang disodorkan. Situasi ini tentu bukan kabar baik bagi dunia kepemiluan, dari sini gagasan tentang pendidikan pemilih muncul, sebuah pikiran yang meyakini bahwa pemilih perlu diedukasi agar menjatuhkan pilihan berdasarkan nurani dan akal sehat, bukan karena iming-iming uang dari caleg.

Pendidikan pemilih pada dasarnya merupakan ikhtiar yang perlu diapresiasi, langkah ini merupakan bentuk kepedulian dalam rangka mendorong pemilu berkualitas. Sehingga tidak ada yang salah dengan kegiatan pendidikan pemilih, justru perlu terus digalakkan. Akan tetapi pada saat yang sama, kita juga perlu bertanya, apakah hanya pemilih yang perlu dididik? Apakah calon legislatif tidak perlu mendapat pendidikan? Bukankah pemilu berkualitas tidak akan mungkin terwujud bila hanya pemilih yang dididik sementara caleg tidak terdidik secara integritas?

Pada prinsipnya pemilih akan susah terdidik bila masih banyak caleg yang melakukan tindakan merusak rasionalitas pemilih, pemilih akan susah terdidik bila caleg yang mengandalkan uang untuk mempengaruhi pemilih masih berseliweran disana-sini. Caleg seperti ini adalah yang miskin integritas, senang melanggar aturan main pemilu demi meraih kursi legislatif. Sekuat apapun pendidikan pemilih yang diberikan kepada masyarakat sepanjang caleg terus mengguyur pemilih dengan uang untuk mendikte pilihannya maka sepanjang itu pula pendidikan pemilih akan menjadi sia-sia belaka.

Penting membangun kesadaran bersama bahwa pemilu berkualitas hanya akan terwujud dengan hadirnya pemilih terdidik dan caleg terdidik, ukuran terdidik bagi para caleg adalah memiliki integritas yang kuat sehingga berkompetisi secara adil dan jujur dalam pemilu. Di bagian ini penting melakukan pendidikan kepada caleg, pendidikan ini bukan hanya berkaitan dengan strategi politik memenangkan pemilu, yang jauh lebih penting dari itu adalah menanamkan kesadaran integritas kepada caleg bahwa kemenangan dalam pemilu harus diperoleh dengan cara yang jujur dan benar, bukan melalui politik uang atau cara menyesatkan lainnya.

Partai politik semestinya punya tanggung jawab penuh untuk mendidik calegnya, hal ini mengingat parpol merupakan laboratorium yang mencetak kader pemimpin, menjadi anggota legislatif berarti melakukan tugas kepemimpinan sesuai dengan skopnya.

Penulis: Zaenal Abidin Riam
Direktur Komunikasi Publik PUSKAPI (Pusat Kajian Pemilu Indonesia)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *