BEKASI — Di tengah denyut kehidupan urban Kabupaten Bekasi, Kecamatan Tambun Selatan berdiri sebagai ironi: sebuah pusat keramaian yang berubah menjadi episentrum judi online terbesar di Jawa Barat. Dalam rilis data yang dihaturkan PPATK, tercatat 23.975 jiwa terjerembap dalam pusaran taruhan digital, seolah bisikan layar gawai lebih kuat daripada panggilan nurani. Bukan sekadar angka, tetapi cermin retak yang memantulkan kegelisahan sosial di ruang-ruang rumah tangga.
Di hadapan arus digital yang tak mengenal batas, PPATK mengungkap bahwa Jawa Barat mengemban predikat kelam sebagai provinsi dengan transaksi judi online tertinggi di Indonesia, mencapai Rp 5,97 triliun sepanjang 2024. Angka ini berdiri bukan sebagai laporan statistik semata, melainkan alarm keras bahwa masyarakat sedang digiring ke labirin baru kejahatan digital yang memadukan kecanduan, eksploitasi ekonomi, dan pelanggaran hukum. Pasal 27 ayat (2) UU ITE, Pasal 303 KUHP, hingga UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU menjadi garis tegas bahwa aktivitas ini adalah tindak pidana yang merobek tatanan moral sekaligus finansial bangsa.
Dalam skala Jawa Barat, Kabupaten Bogor, Bandung, Karawang, dan Bekasi menorehkan jumlah pemain terbanyak. Namun ketika dipersempit ke bilik-bilik kecamatan, Tambun Selatan berdiri paling tinggi, meninggalkan Cimanggis, Cibinong, Bekasi Utara, dan Pancoran Mas. Kepadatan penduduk, kehangatan sinyal internet, dan ritme hidup urban menjadi lahan subur bagi praktik ini merekah, ibarat benih gelap yang tumbuh di tanah subur ketidakwaspadaan.
Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono, menuturkan kondisi ini dengan kegetiran yang sekaligus tegas. “Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah pemain judi online tertinggi karena penetrasi internetnya luas dan populasi penduduknya masif. Dan Tambun Selatan, dengan 23.975 pemain, adalah gambaran betapa pola konsumsi digital telah bergerak tanpa kendali. Ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi krisis sosial yang harus segera ditangani,” ujarnya dalam rilis resmi, Sabtu (22/11/2025).
Danang melanjutkan dengan kejujuran yang mengguncang. “Pemain judi online berasal dari profesi yang begitu beragam mulai dari karyawan swasta, pedagang, mahasiswa, ibu rumah tangga, hingga buruh. Bahkan terdapat PNS dan anggota TNI/Polri. Ketika aparat negara pun terjerat, kita sedang berhadapan dengan penyakit yang merembes ke seluruh lapisan masyarakat. Lebih dari 67 persen pemain berpenghasilan rendah. Ini bukan hiburan, ini jerat yang menggerogoti ekonomi keluarga dari dalam,” ungkapnya. Di balik angka, terdapat rumah tangga yang perlahan patah dalam diam.
Meski begitu, secercah cahaya tampak pada 2025. PPATK mencatat penurunan jumlah pemain berkat penindakan aparat, pemblokiran situs, pemutusan rekening, serta gelombang laporan masyarakat. Namun Danang mengingatkan bahwa angka yang menurun tidak berarti masalah selesai. “Aliran dana ilegal tidak akan berhenti selama ada celah dan permintaan. Pengawasan harus berlapis, koordinasi harus konsisten, dan literasi digital harus ditingkatkan. Tanpa itu, kita hanya memotong ranting, bukan akarnya,” tegasnya.
Di tengah gelombang digital yang menggulung tanpa belas kasihan, PPATK mengajak seluruh masyarakat agar tidak menjadi penonton dalam tragedi ekonomi keluarga sendiri. Judi online bukan sekadar permainan keberuntungan; ia adalah virus sosial yang menari di atas keputusasaan, meminjam dalih hiburan, lalu mencuri tabungan, keharmonisan, bahkan masa depan generasi. “Kita harus membangun ekosistem yang sehat, bukan sekadar menutup situs. Ini tentang menyelamatkan nilai, martabat, dan arah bangsa,” pungkas Danang, sebuah seruan yang menggema di balik data.
Dan pada akhirnya, Tambun Selatan bukan hanya titik koordinat dalam peta Jawa Barat. Ia adalah kisah tentang masyarakat yang berada di persimpangan: antara layar yang memabukkan atau kesadaran kolektif untuk bangkit. Sebuah peringatan bahwa era digital menuntut kewaspadaan lebih tajam daripada mata. Dan bahwa hukum, moral, dan keberanian bersama adalah satu-satunya pagar yang tersisa.
(CP/red)

