Ketidakberpihakan Presiden dalam Pilpres Adalah Sebuah Keharusan

 

Pemilihan presiden merupakan hajatan demokrasi terbesar di Indonesia, pilpres bukan sekadar memilih orang untuk menjadi presiden, lebih dari itu, pilpres merupakan momen konsolidasi nasional yang menentukan arah perjalanan bangsa selama lima sampai sepuluh tahun ke depan, bahkan mungkin lebih lama dari itu.

Pilpres menjadi wadah untuk merubah nasib jutaan rakyat Indonesia, pemimpin cakap yang terpilih dari pilpres diyakini punya kemampua mendatangkan perbaikan bagi kehidupan rakyat yang dipimpinnya, sebaliknya, pemimpin tidak kompeten yang terpilih dari pilpres bisa saja mengantar rakyat kepada jurang kesusahan.

Sejarah telah mencatat, banyak negara yang mengalami kemajuan karena dipimpin oleh Presiden yang cakap, sebagaimana sejarah juga telah bersaksi bahwa banyak negara yang mengalami kemunduran karena dipimpin oleh presiden yang tidak kompeten.

Untuk menghadirkan pemimpin yang cakap dan kompeten, maka pilpres harus terselenggara secara bersih, jujur, dan adil. Dalam konteks pilpres 2024, Presiden Jokowi yang tidak mungkin lagi maju karena telah cukup periode, punya tanggung jawab konstitusional dan moril untuk memastikan pilpres berjalan bersih, jujur, dan adil. Bagaimana caranya?

Sangat sederhana, Presiden Jokowi cukup memastikan diri untuk tidak terlibat terlalu jauh dalam urusan pencapresan, tidak menggunakan posisinya untuk mempengaruhi arah koalisi hingga penentuan paket capres-cawapres. Ini penting menjadi penekanan bersama sebab dalam beberapa momen belakangan ini, Presiden Jokowi dinilai turut cawe-cawe pilpres, misalnya dengan mengumpulkan petinggi parpol koalisi di Istana Negara yang di dalamnya perbincangan pilpres tidak mungkin terhindarkan.

Presiden Jokowi juga tercatat pernah mengeluarkan pernyataan bahwa akan memberikan bisikan kuat kepada parpol terkait tiga nama capres yang direkomendasikan Relawan Jokowi dari hasil Musra.

Sikap Presiden Jokowi untuk tidak berpihak dalam pilpres sangat dinanti oleh masyarakat Indonesia, sikap ketidakberpihakan tersebut juga penting agar pilpres memiliki akuntabilitas dan tingkat kepercayaan yang tinggi, agar masyarakat yakin bahwa pilpres memang bisa berjalan bersih, jujur, dan adil.

Akan lebih bijak bila Presiden Jokowi menghindarkan diri agar tidak mencampuri urusan pencapresan, alasan sebagai politisi tidak bisa digunakan dalih untuk terlibat jauh mencampuri pencapresan, Jokowi dalam konteks sebagai Presiden merupakan kepala negara dan kepala pemerintahan, prinsip utama yang mesti dipegang oleh seorang kepala negara adalah berdiri di atas semua kepentingan, tidak memihak kepada kepentingan tertentu termasuk kepentingan dalam urusan pilpres. Prinsip ini semestinya selalu diingat oleh semua orang yang diberi kesempatan menduduki kursi RI 1.

Sebagai individu, Jokowi tentu punya hak politik yang mesti dihormati, pertanyaannya kapan dan dimana hak politik itu digunakan? Jawabnya digunkan saat pemilihan di TPS. Jika hak politik tersebut diekspresikan di ruang publik maka rawan terkategori sebagai upaya mengarahkan opini masyarakat kepada capres tertentu, dan itu pasti menciderai akuntabilitas dan tingkat kepercayaan pilpres, rendahnya tingkat kepercayaan publik pada pilpres menandakan pilpres tersebut tidak berjalan bersih, jujur, dan adil. Tentu bukan ini yang kita inginkan.

Penulis: Zaenal Abidin Riam
Pengamat Kebijakan Publik/ Koordinator Presidium Demokrasiana Institute

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *