Pemerintah Larang Buka Puasa Bersama, Sekjen PKS Nilai Presiden Jokowi Kurang Ramah ke Ummat Islam

JAKARTA – Pemerintah melalui Seskab Pramono Anung melarang kegiatan buka puasa bersama pada bulan Ramadhan 1444 H/ 2023 M berdasarkan arahan Presiden Jokowi dengan alasan penanganan pandemi yang berada di tahap transisi menuju endemi dan diperlukan sikap kehati-hatian.

Pelarangan tersebut mendapat respon dari berbagai kalangan publik, termasuk Sekjen PKS Habib Aboe Bakar Alhabsy merasa kasihan atas surat edaran yang muatannya dinilai menjauhkan Presiden Jokowi dari kalangan Islam.

Bacaan Lainnya

“Kasihan Presiden, sepertinya ada pembisik yang salah kasih masukan. Dengan adanya larangan seperti ini, akan mengesankan beliau kurang ramah dengan ummat Islam,” ujar Sekjen PKS, Habib Aboe Bakar Alhabsy dalam keterangan persnya yang diterima belarakyat.com, Jumat (24/3/23).

Anggota Komisi III DPR RI ini menambahkan, jika alasan larangan berbuka ini adalah Covid-19, pasti ingatan pertama masyarakat adalah hajatan mantu Presiden Jokowi. Saat itu, sambungnya, pengamanan saja lebih dari 2 ribu orang, dan undangan sampai 6 ribu orang, bisa digelar dan aman-aman saja.

Lanjutnya, bahkan terakhir, blakpink bisa mengadakan konser dengan 70 ribu penonton, tidak ada alasan covid-19 dalam penyelenggaraannya. Tapi kenapa setibanya saat Ramadhan, orang mau buka bersama, alasan covid-19 kembali muncul.

“Tentunya edaran itu akhirnya menjadi pertanyaan, apakah memang Covid-19 ini hanya akan mengancam orang buka bersama saja. Tentunya, sebuah kebijakan yang diambil seharusnya didasarkan pada persamaan perlakuan. Jika yang lain bisa ngumpul-ngumpul sampai ribuan orang, kenapa saat buka bersama hal ini jadi dilarang,” herannya.

Dalam surat itu tertulis ditujukan kepada para Menteri, Jaksa Agung, Kapolri serta badan dan lembaga pemerintah. Mendagri diminta untuk menindaklanjuti surat tersebut ke jajaran pemerintah daerah. Meskipun surat Seskab itu ditujukan kepada para pejabat pemerintahan, namun larangan penyelenggaraan buka puasa bersama itu tidak secara tegas menyebutkan hanya berlaku di internal instansi pemerintahan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *