BEKASI ~ Gema perlawanan terhadap dugaan kelalaian dan pelanggaran hukum oleh Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bekasi, Syafri Donny Sirait, kian menggema. Koalisi Masyarakat Sipil Kabupaten Bekasi secara resmi mengajukan petisi terbuka kepada Bupati Bekasi dan DPRD Kabupaten Bekasi pada, Rabu (03/09/2025). Petisi tersebut menyoroti tujuh (7) isu strategis, namun yang paling menyita perhatian publik adalah desakan agar Syafri Donny segera diberhentikan dari jabatannya.
Syafri Donny Sirait, yang saat ini masih aktif menjabat sebagai Kepala DLH Kabupaten Bekasi, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Gakkum KLHK pada 12 Maret 2025 lalu atas dugaan pencemaran lingkungan hidup di TPA Burangkeng. Namun ironisnya, hingga kini belum ada tindakan tegas dari pemerintah daerah untuk menonaktifkannya. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang integritas birokrasi dan keberpihakan pemerintah terhadap prinsip lingkungan yang sehat dan berkelanjutan.
Ketua LSM Penjara Indonesia Kabupaten Bekasi, JM. Hendro, S.Sos, dengan lantang menyuarakan kekecewaannya.
“Kami sangat menyayangkan sikap pasif pemerintah daerah. Bagaimana mungkin seorang tersangka pencemaran lingkungan masih dibiarkan menjabat? Ini mencoreng akal sehat publik. Kami meminta dengan tegas agar Pj. Bupati Bekasi segera memecat Syafri Donny Sirait! Jika tidak, ini akan menjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan dan penghianatan terhadap hak masyarakat untuk hidup di lingkungan yang sehat,” ujar Hendro dengan nada tegas, Rabu (03/09/2025).
Senada, Ketua Umum LSM KOMPI, Ergat Bustomi, menyebut bahwa kasus ini merupakan puncak gunung es dari sistem pengelolaan lingkungan yang gagal di Kabupaten Bekasi.
“Ini bukan hanya soal pelanggaran hukum, tapi soal keberanian pemerintah untuk bersih-bersih birokrasi. Donny Sirait tidak hanya gagal membangun IPAS, tapi juga menunjukkan pembangkangan terhadap partisipasi masyarakat sipil. Harus segera diambil langkah konkrit, bukan sekadar seremonial,” tegas Ergat.
Petisi dari Koalisi Masyarakat Sipil Kabupaten Bekasi menuntut:
Penanganan darurat sampah, khususnya TPA Burangkeng.
Peningkatan PAD tanpa membebani rakyat.
Penghematan anggaran tunjangan dan perjalanan dinas.
Revisi Perda Nomor 8 Tahun 2023 dan pencabutan Perda Nomor 9 Tahun 2007.
Penetapan Perda LP2B untuk melindungi lahan pertanian.
Transparansi CSR dan
Penguatan UMKM serta pemberdayaan masyarakat.
Petisi ini tidak hanya legal-formal, tetapi juga merupakan ekspresi aspirasi kolektif warga terhadap hak atas lingkungan yang layak dan pemerintah yang akuntabel.
Dalam pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil menyebut bahwa Syafri Donny diduga melanggar:
UU No. 32 Tahun 2009 (PPLH),
UU No. 18 Tahun 2008 (Pengelolaan Sampah),
PP No. 53 Tahun 2010 (Disiplin PNS),
UU No. 30 Tahun 2014 (Administrasi Pemerintahan),
dan prinsip dasar Good Governance.
Kondisi TPA Burangkeng dinilai sudah memasuki kategori darurat ekologis, dengan pencemaran air tanah dan udara serta potensi penyakit menular di sekitar wilayah tersebut.
Pencemaran yang Tak Termaafkan, Ancaman Lingkungan dan Kesehatan mengungkap adanya Open dumping ilegal, Lindi mengalir bebas ke sungai, Tidak adanya IPAS/IPAL, Amdal yang diabaikan, dan pembiaran terhadap limbah beracun.
Hal ini menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat, menurunnya nilai ekonomi kawasan sekitar, dan hilangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
Menanggapi gelombang desakan ini, Ketua DPRD Kabupaten Bekasi, Ade Sukron Hannas, menegaskan bahwa lembaganya akan segera memproses dan mengkaji petisi tersebut.
“Kami menghargai aspirasi masyarakat. Petisi ini bukan sekadar keluhan, tapi bentuk kontrol sosial yang sehat. DPRD akan mengundang stakeholder terkait dan memastikan bahwa perbaikan tata kelola lingkungan menjadi agenda utama. Kita ingin Kabupaten Bekasi tidak hanya bersih secara fisik, tetapi juga secara etika pemerintahan,” tutur Ade Sukron yang ditemani Wakil Ketua DPRD, Budi MM secara visioner.
Pernyataan para tokoh masyarakat sipil dan akademisi sepakat bahwa penetapan Donny Sirait sebagai tersangka adalah momentum penting. Namun tindakan administratif justru belum menyusul.
“Jika hukum tidak ditegakkan, maka keadilan lingkungan hanya akan menjadi slogan, bukan kebijakan,” demikian kutipan dari petisi yang diserahkan ke DPRD Kabupaten Bekasi.
Banyak pihak menilai, pemberhentian Donny bukanlah sekadar persoalan hukum, tapi merupakan tes integritas dan komitmen Pemkab Bekasi terhadap reformasi birokrasi dan perlindungan lingkungan. Bukan Sekadar Pecat Pejabat, Ini Soal Membangun Ulang Kepercayaan Publik. Tegas Turangga Cakra Udaksana.
Koalisi Masyarakat Sipil mendesak:
Bupati Bekasi segera mengeluarkan SK pemberhentian sementara Donny.
Inspektorat dan Komisi ASN segera memeriksa pelanggaran etik.
Kejaksaan dan KPK menyelidiki potensi tindak pidana korupsi dalam pengelolaan TPA.
Masyarakat berharap isu ini menjadi awal perbaikan menyeluruh. Dari tata kelola lingkungan hingga pembenahan birokrasi dan pemanfaatan dana CSR yang pro-rakyat. Masyarakat berharap banyak kepada Pemkab akan Bekasi Baru yang Bersih, Hijau, dan Transparan.
Dukungan terhadap petisi ini mengalir dari berbagai elemen. Dari kalangan akademisi, organisasi masyarakat sipil, warga terdampak, hingga tokoh-tokoh media yang berkomitmen mengawal isu lingkungan.
Kabupaten Bekasi tidak boleh dibiarkan terjebak dalam krisis tata kelola. Kini saatnya semua elemen pemerintah – eksekutif, legislatif, dan yudikatif – menunjukkan keberpihakan pada rakyat dan lingkungan hidup yang sehat.
“Jika pemerintah tidak segera bertindak, kami pastikan gerakan moral akan terus bergulir. Ini bukan tentang siapa, ini tentang masa depan kita bersama,” tutup JM. Hendro.
(CP/red)